Tuesday, December 09, 2008

Segelas Es Batu dan Listrik yang Tidak Boleh Diambil

Hari itu, Senin 8 Desember 2008, tepat saat Hari Raya Iedul Adha, saya pergi ke Bandung Supermall ( BSM ) dengan niat mencari infraboard untuk kelengkapan tugas desain saya. Malang nasib saya, Gramedia BSM ternyata terlalu sibuk mengurus gelaran diskonnya hingga lupa mencatat bahwa stok barang yang saya cari itu sudah habis. Saya kesal. Kemudian dengan segala gondok di hati, saya pergi ke lantai 3 , area free hotspot.

Saya duduk di salah satu kursi dekat dengan tiang penyangga. Sisa uang saya tinggal sedikit dan tidak mungkin saya membelanjakan uang jatah infraboard untuk sekedar makan minum di sana. Tapi jika saya hanya numpang internetan gratis di sana tanpa membeli apa-apa, bisa-bisa saya diusir oleh satpam. Akhirnya dengan segala keterpaksaan, saya memesan sebuah minuman di Es T***r **.

Beberapa saat kemudian, pelayan datang mengantarkan pesanan saya. Lalu saya keluarkan laptop dari tas. Tapi begitu dinyalakan , entah beberapa lama langsung mati !. Hahaha.

Saya sudah mengeluarkan uang dengan percuma untuk segelas minuman ga jelas. Es batunya kebanyakan. Potongan buahnya hanya sedikit bahkan saya harus menggali gunungan es batu itu dengan sendok terlebih dahulu untuk sekedar melihatnya. Ini minuman. Tapi sebelah mananya yang harus diminum !?.

Dengan sabarnya saya menyendokkan es batu itu ke mulut saya dan menggigit-gigitnya seperti makan batagor. Memang rasanya agak sama dengan batagor, hanya saja es batu itu tidak ada rasanya, dingin, dan membuat gigi menjadi sedikit ngilu ketika digigit. Lebih keras. Juga tanpa bumbu kacang. Seandainya ada es batu dengan bumbu kacang, saya yakin mereka , para pembuatnya, pasti sudah gila.

Akhirnya terlihat juga bentuk asli dari minuman itu. Tapi mulut saya sudah keram akibat terlalu banyak memakan es batu. Saya kesampingkan dulu gelas itu lalu kembali berkonsentrasi pada laptop saya.

Entah mungkin Tuhan yang Maha Kuasa begitu sayang pada saya, mata ini tiba-tiba tertuju pada tiang penyangga di sebelah kiri saya. Dan ada steker di sana!.

Oh. Saya kegeeran. Saya bukan anak yang shaleh. Tuhan tidak sebegitu sayangnya pada saya hingga akhirnya saya sadar di atas steker itu ada stiker yang menempel dan berbunyi : “BUKAN UNTUK UMUM. INTERNAL USE ONLY”.

Saya berpikir. Saya telah membeli segelas minuman : yang tidak tampak seperti minuman. Daripada saya mengadukan masalah es batu yang kebanyakan ini ke Surat Pembaca Pikiran Rakyat, lebih baik BSM membiarkan saya mencolokkan steker laptop saya ke tiang itu. Itu kompensasi yang masuk akal, pikir saya. Tapi tentu saya tidak mau menanggung malu dengan sok percaya dirinya menggunakan sesuatu yang tidak seharusnya digunakan seenaknya. Di sana banyak orang. Di depan saya, samping kiri dan samping kanan. Dan saya juga yakin mereka bisa membaca tulisan yang tercetak di stiker itu.

Tutup saja stikernya !. Haha! Ide itu terlintas. Saya tidak perlu malu seandainya mereka tidak tahu bahwa colokan itu bukan untuk umum. Lalu saya ambil secarik tisu, saya basahi dengan sedikit air dari minuman saya itu kemudian saya tempel pada stiker tersebut. Oh, orang-orang itu melihat tindakan saya dan mulai mencibir dengan matanya yang sinis. Biarlah.



3% charging.

Wahaha. Akhirnya saya bisa juga internetan sepuasnya.

Beberapa menit kemudian , datang lelaki berbadan besar dengan seragam abu-abu ke sebelah kanan saya.

“Dik, “

Wah, ada apa ini. Jangan-jangan dia mau mengajak berkenalan. Saya bukan homo hei.

“Maaf, dilarang mengambil listrik di sini. Di situ ada kan stikernya, yang warna kun..”

Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, saya langsung terburu-buru menutupi steker itu dengan badan saya. Berharap dia tidak melihat kelicikan saya. Iya pak iya, kata saya dengan gugup.
Tak lama kemudian, laptop saya mati.

. . .


Sial, sekarang saya justru lebih berharap dia datang untuk mengajak berkenalan agar saya tetap bisa menggunakan fasilitas wi-fi gratis itu di sana. Malunya saya hari itu. Segelas minuman, eh maaf, segelas es batu, tatapan sinis dari orang di sana, teguran satpam, uang yang terbuang percuma.

Lebih baik minuman ini saya jual lagi ke warnet, ditukar dengan jatah main selama 2 jam.

2 comments:

komentar kalian sangat membantu untuk mengkoreksi kesalahan yang ada dalam tulisan sebelumnya. atau juga bisa jadi bahan kesombongan saya kalau-kalau komentarnya berisi pujian. hahaha.
thank you, anyway. :D