Wednesday, December 10, 2008

SORGE by Media Parahyangan

Siang itu sekitar pukul duabelas, beredar sebuah selebaran yang diedarkan teman saya, Acong, dari Media Parahyangan Unpar. Sebuah bulletin, ternyata. Mempertanyakan eksistensi Ikatan Alumni.

Sedikit gambar grafis goretan tangan di tengah kertas : Para pelamar kerja yang antri berurutan di depan pintu dihadapkan pada seorang sekretaris wanita yang berkata, “Para alumni unpar silakan langsung memanjat tali ini ke atas.” Tangan wanita itu menunjuk pada seutas tali yang tampaknya terikat pada suatu pasak entah di lantai berapa, melewati sebuah lubang ada atap tepat di atas kepala para pelamar tersebut. Mereka terbengong-bengong.

Setelah membaca wacana yang tertulis pada buletin tersebut, saya baru mengerti arti dari gambar yang absurd itu. Multi-interpretasi, pikir saya.

Kesampingkan dulu sajalah masalah itu.

Waktu sore di hari yang sama. Saya dan beberapa teman saya masih sabar menunggu sebuah acara dengan duduk-duduk di salah satu tempat di Unpar yang saya lupa namanya. Saat itu hujan, saya sangsi acara ini akan dimulai tepat waktu. Menurut jadwal yang tercetak pada pamflet, acara tersebut seharusnya dimulai pada jam 18.30 WIB. Saya terus menunggu hingga akhirnya lewat waktu Maghrib Acong mengajak kami pergi menuju Student Center (SC).

Wah, ternyata acara sudah dimulai begitu kami sampai di sana. Saya heran. Tepat waktu tampaknya sudah menjadi hal yang terlalu aneh bagi saya, mungkin juga bagi banyak orang lainnya. Sudahlah, saya kira itu tidak perlu diperbincangkan.

Sorge, sebuah acara komunitas yang dipersembahkan Media Parahyangan, adalah salah satu bukti keberhasilan prinsip DIY dalam penyelenggaraan sebuah event. Ketidakberadaan sponsor tidaklah menjadi sebuah masalah yang berarti ketika hubungan pertemanan masih sangat bisa diandalkan. Semua yang tampak di sana, amplifier, drum, cabinet, dan sebagainya adalah hasil sumbangan bantuan dari teman-teman komunitas unpar dan lainnya. Seminggu sekali, harapan si MC tentang frekuensi penyelenggaraan event seperti Sorge ini. Dito, nama MC itu, sesekali menyinggung tentang rekannya yang tengah berada di PvJ. Seharusnya rekannya itu menjadi partner dia dalam membawakan acara, katanya. Pantas saja dia banyak ngelantur ga jelas ke sana sini walau memang kadang pembicaraannya mengundang tawa banyak orang. Hahaha. Kemudian dia lanjut berbicara tentang PvJ. Terus tentang PvJ.

Sayup-sayup dari kejauhan terdengar bunyi orang berkaraoke. Suara itu bersumber dari acara temu alumni fakultas hukum unpar yang sudah diselenggarakan sejak pagi/siang tadi. Tiba-tiba saya teringat tentang perkataan teman saya perihal adanya mobil Ferrari dll di pelataran parkir. Kabarnya kendaraan tersebut milik orang-orang yang hadir pada acara temu alumni. Sungguh ironis bila dikaitkan dengan buletin yang saya baca pada siang harinya. Ketika kesuksesan hanya menjadi milik sendiri, maka apalah guna ikatan alumni. Bubarkan saja dan ludahi lambang perkumpulan itu. Mungkin mereka tidak pernah mengadakan atau sekedar ikut menonton acara-acara seperti Sorge yang amat kental nuansa solidaritasnya. Hingga mereka lupa bahwa di balik semua keberhasilan mereka, tersimpan jasa-jasa orang lain yang tidak mungkin tergantikan oleh kompensasi materiil yang telah mereka dapatkan.

Pikiran-pikiran di atas saya simpan di hati tanpa saya muntahkan sedikitpun saat itu. Buat saya, menyaksikan kelanjutan acara ini lebih menguntungkan dibandingkan membuang-buang tenaga untuk memikirkan orang lain.



No comments:

Post a Comment

komentar kalian sangat membantu untuk mengkoreksi kesalahan yang ada dalam tulisan sebelumnya. atau juga bisa jadi bahan kesombongan saya kalau-kalau komentarnya berisi pujian. hahaha.
thank you, anyway. :D